Jumat, 31 Desember 2010

Mitos no punggung 11 di Ac Milan


Ada satu mitos yang berlaku hingga sekarang, bahwa pemain dengan nomor punggung 11 kebanyakan tidak sukses bermain di klub ini, walaupun datang berstatus pemain bintang sekalipun. Setidaknya mitos ini semakin ramai diperbincangkan sejak awal milenium. Berikut adalah para pemainnya...

Rivaldo:

Rivaldo datang ke Milan dengan status bintang Piala Dunia 2002. Di Barcelona, Rivaldo adalah superstar. Kepindahan Rivaldo ke Milan menjadi berita besar. Rivaldo menjadi pemain dengan gaji tertinggi di klub saat itu. Namun apa yang diberikan Rivaldo? Sepanjang musim, di Serie A Rivaldo hanya menceploskan 5 gol. Tak pelak, pembelian Rivaldo menjadi kegagalan Milan.

Alberto Gilardino:


Walaupun tak bisa dibilang gagal, Gilardino juga tidak bisa disebut sukses. Gilardino gagal menunjukkan ketajamannya saat memperkuat Parma, yang mencetak 24 gol berturut-turut selama 2 musim. Di Milan, Gilardino menjadi tumpul. Ekspektasi tinggi publik akan gol-golnya tidak terbayar. Kalaupun mencetak gol, jarang sekali gol Gilardino merupakan gol penentu. Gilardino tidak mampu mejadi tumpuan utama penyerangan Il Rossoneri

Marco Boriello:



Setelah hijrahnya Gilardino ke Fiorentina, Boriello menjadi pemilik nomor ini. Boriello pulang ke Milan setelah selama semusim sebelumnya dipinjamkan ke Genoa. Di Genoa Boriello sangat tajam dan sering menjadi penentu kemenangan Genoa. Namun semuanya hilang di Milan. Boriello justru sering berkutat dengan cedera demi cedera yang terus menimpanya. Setelah mengganti nomor menjadi 22 pada awal musim 2009/10, barulah Boriello bisa menemukan kembali ketajaman dan keganasannya di depan gawang.

Klaas Jan Huntelaar:

Kepergian Kaka ke Real Madrid membawa duka. Hasil ujicoba pra musim menegaskan bahwa Milan benar-benar membutuhkan striker baru dan muda mengingat umur Filippo Inzaghi yang semakin uzur. Datanglah Huntelaar. Harapan tinggi disandarkan di pundak Huntelaar. Namun yang terjadi, Huntelaar justru sering menjadi penghangat bangku cadangan Milan, karena tak kunjung mencetak gol dalam 13 pertandingan awal Liga Italia. Huntelaar pun dapat dikatakan gagal di musim pertamanya di Milan.


Jose Mari:



Jose Mari, pemain kelahiran Spanyol bermain sangat baik ketika berseragam Atletico Madrid. Milan pun tak ragu mengeluarkan duit 10 juta pounds untuk melihat aksi-aksinya di depan gawang. Namun yang terjadi, Jose Mari hanya menceploskan 5 gol dari 52 penampilannya di Milan sepanjang musim 2000-2001. Hanya bertahan semusim di Milan, Jose Mari "dipulangkan" ke Atletico Madrid karena tidak tajam.


Hernan Crespo:


Mungkin banyak pertanyaan mengenai Hernan Crespo yang tidak dimasukkan ke dalam daftar para pemain yang kurang beruntung di atas. Hal ini tidak lain karena selama semusim bermain di Milan pada musim 2004/2005, status Hernan Crespo bukanlah pemain Milan karena secara kontrak, Crespo masih terikat dengan Chelsea dan datang ke Milan dengan status pemain pinjaman. Walaupun begitu, performa Crespo layak diacungi jempol karena bermain sepenuh hati di Milan. Performa terbaik Crespo adalah di Liga Champions, terutama saat menyingkirkan Manchester United di perempat final dan pada partai final melawan Liverpool. Syangnya Milan kemudian kehilangan konsentrasi sehingga akhirnya dikalahkan melalui adu penalti.


Zlatan Ibrahimovic


Saga transfer terbesar 2010 akhirnya terwujud. Milan berhasi merekrut mantan striker Inter Milan, Zlatan Ibrahimovic. Meskipun dengan status pinjaman, Ibra meningkatkan harapan milanisti akan datangnya gelar yang sudah lama tidak didapatkan. Kehadiran Ibra yang kemudian disusul Robinho menaikkan level Milan yang kini berstatus sebagai kandidat serius peraih scudetto 2010/2011.

Minggu, 26 Desember 2010

Manchester united

Manchester United F.C., biasa disingkat Man United atau hanya Man U (MU), adalah sebuah klub sepak bola Inggris yang berbasis di Old Trafford, Manchester. Dibentuk sebagai Newton Heath LYR F.C. pada 1878 sebagai tim sepak bola depot Perusahaan Kereta Api Lancashire dan Yorkshire Railway di Newton Heath, namanya berganti menjadi Manchester United pada 1902.

Sejak 1993 Manchester United meraih dominasi yang besar di kejuaraan domestik di bawah arahan Sir Alex Ferguson, suatu dominasi baru sejak berakhirnya era Liverpool F.C. pada pertengahan 1970-an dan awal 1980-an. Sejak bergulirnya era Premiership di tahun 1992, Manchester United adalah tim yang paling sukses dengan delapan kali merebut tropi juara.

Pada 12 Mei 2005, pebisnis dari Amerika Serikat Malcolm Glazer menjadi pemilik klub dengan membeli mayoritas saham yang bernilai £800 juta (US$1,47 milyar) tapi diiringi dengan banyaknya protes dari para pendukung fanatik.

DATA

Nama lengkap : Manchester United
Julukan : The Red Devils (Setan Merah)
Didirikan : 1878
Stadion : Old Trafford, Manchester (Kapasitas 68.936)
Kostum : Merah-Putih (Kandang), Biru-Biru (Tandang)
Pemilik Klub : Malcolm Glazer
Ketua Klub : Joel Glazer dan Avram Glazer
Manajer : Sir Alex Ferguson


PEMAIN MUSIM 2009-2010

Kiper:
1 Edwin van der Sar
12 Ben Foster
29 Tomasz Kuszczak
38 Ron-Robert Zieler
40 Ben Amos

Bek:
2 Gary Neville (captain)
3 Patrice Evra
5 Rio Ferdinand
6 Wes Brown
15 Nemanja Vidic
20 Fabio
21 Rafael
22 John O'Shea
23 Jonny Evans
30 Ritchie De Laet

Gelandang:
4 Owen Hargreaves
8 Anderson
11 Ryan Giggs
13 Park Ji-Sung
14 Zoran Tosic
16 Michael Carrick
17 Nani
18 Paul Scholes
24 Darren Fletcher
25 Antonio Valencia
28 Darron Gibson
31 Corry Evans

Penyerang:
7 Michael Owen
9 Dimitar Berbatov
10 Wayne Rooney
19 Danny Welbeck
26 Gabriel Obertan
27 Federico Macheda


PRESTASI

Liga Utama Inggris: 17 kali, 1907–08, 1910–11, 1951-52, 1955-56, 1956–57, 1964–65, 1966-67, 1992-93, 1993-94, 1995-96, 1996-97, 1998-99, 1999-2000, 2000-01, 2002–03, 2006-07, 2007-08

Divisi Satu Liga Inggris: 1935–36, 1974–75

Piala FA : 1909, 1948, 1963, 1977, 1983, 1985, 1990, 1994, 1996, 1999, 2004.

Piala Carling: 992, 2006

FA Charity/Community Shield: 1908, 1911, 1952, 1956, 1957, 1965*, 1967*, 1977*, 1983, 1990*, 1993, 1994, 1996, 1997, 2003, 2007 (*= juara bersama)


Liga Champions : 1968, 1999, 2008

Piala Winners UEFA: 1991

Piala Super UEFA: 1991

Piala Interkontinental/Kejuaraan Dunia Antar Klub: 1999

Piala Dunia Antar klub FIFA: 2008

pengertian sejarah


A.Pengertian Sejarah

1.Pengertian sejarah ditinjau dari asal kata
Menurut Jan Romein, kata “sejarah” memiliki arti yang sama dengan kata “history” (Inggris), “geschichte” (Jerman) dan “geschiedenis” (Belanda), semuanya mengandung arti yang sama, yaitu cerita tentang kejadian atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
Sementara menurut sejarawan William H. Frederick, kata sejarah diserap dari bahasa Arab, “syajaratun” yang berarti “pohon” atau “keturunan” atau “asal-usul” yang kemudian berkembang dalam bahasa Melayu “syajarah”. Dalam bahasa Indonesia menjadi “sejarah”. Menurutnya kata syajarah atau sejarah dimaksudkan sebagai gambaran silsilah atau keturunan.

2.Rumusan batasan pengertian sejarah
Ada banyak rumusan pendapat yang diberikan para sejarawan terkait dengan pengertian sejarah. Dari berbagai pendapat yang ada dalam arti yang luas sejarah dapat diartikan sebagai gambaran tentang peristiwa-peristiwa atau kejadian masa lampau yang dialami manusia, disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu tertentu, diberi tafsiran dan analisa kritis sehingga mudah dimengerti dan dipahami.

B.Ruang Lingkup Studi Sejarah
1.Sejarah sebagai cerita
Berbicara tentang sejarah, biasanya akan segera menghubungkannya dengan cerita, yaitu cerita tentang pengalaman-pengalaman manusia di waktu yang lampau. Bahwasanya sejarah pada hakekatnya adalah sebuah cerita kiranya tidak bisa disangkal lagi. Ucapan teoritikus-teoritikus sejarah seperti Renier: “nothing but a story”; Trevelyan: “the historian’s first duty is to tell the story”; Huizinga: “the story of something that has happened”, semuanya mencerminkan gagasan bahwa sejarah itu hakekatnya adalah tidak lain sebagai suatu bentuk cerita.
Kendati begitu, hal yang perlu sekali disadari adalah kenyataan bahwa sebagai cerita, sejarah bukanlah sembarang cerita. Cerita sejarah tidaklah sama dengan dongeng ataupun novel. Ia adalah cerita yang didasarkan pada fakta-fakta dan disusun dengan metode yang khusus yang bermula dari pencarian dan penemuan jejak-jejak sejarah, mengujji jejak-jejak tersebut dengan metode kritik yang ketat (kritik sejarah) dan diteruskan dengan interpretasi fakta-fakta untuk akhirnya disusun dengan cara-cara tertentu pula menjadi sebuah cerita yang menarik tentang pengalaman masa lampau manusia itu.

2.Sejarah sebagai ilmu
Sejarah dapat digolongkan sebagai ilmu apabila ia memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu pengetahuan atau syarat-syarat ilmiah. Syarat-syarat keilmuan yang dimaksud adalah:
•Ada objek masalahnya
•Memiliki metode
•Tersusun secara sistematis
•Menggunakan pemikiran yang rasional
•Memiliki kebenaran yang objektif

Karena sejarah memiliki kesemua syarat keilmuan tersebut, termasuk memiliki metode sendiri dalam memecahkan masalah, maka tidak ragu lagi akan unsur-unsur keilmuan dari sejarah. Pendapat ahli sejarah Bury bahwa “history is a science, no less and no more” kiranya memberikan penegasan akan hal itu. Meski demikian dalam kenyataannya banyak pihak yang masih menyangsikan keberadaan sejarah sebagai sebuah disiplin ilmu.
Dilihat dari cara kerja ilmiah, dua tahapan terakhir dalam metode sejarah yaitu interpretasi dan historiografi masih sering dianggap sebagai titik-titik lemah. Interpretasi misalnya, dimana di dalamnya terdapat unsur menyeleksi fakta sehingga sesuai dengan keseluruhan yang hendak disusun, terkadang unsur subjektivitas penulis atau sejarawan seperti kecenderungan pribadinya (personal bias), prasangka kelompoknya (group prejudice), teori-teori interpretasi historis yang saling bertentangan (conflicting theories of historical interpretation) dan pandangan hidupnya sangat mempengaruhi terhadap proses interpretasi tersebut.
Semuanya itu bisa membawa sejarawan pada sikap subjektif yang dalam bentuknya yang ekstrim menjurus pada sikap emosional, bahkan mungkin irasional yang kurang bisa dipertanggung jawabkan seperti kecenderungan mengorbankan fakta sejarah atau memanipulasikannya demi suatu teori, pandangan hidup yang dipercayai secara berlebihan atau keberpihakan pada penguasa. Memang sulit untuk menghindar dari subjektivitas, sehingga sejarawan sangat dituntut untuk melakukan penelitian sejarah yang seobjektif mungkin atau setidaknya sebagai suatu ideal. Pokoknya yang penting bagi sejarawan adalah seperti yang pernah dikemukakan G. J. Renier, “we must not cheat”.

3.Beda sejarah dengan fiksi, ilmu sosial dan ilmu agama
a.Kaidah pertama: sejarah itu fakta
Perbedaan pokok antara sejarah dengan fiksi adalah bahwa sejarah itu menyuguhkan fakta, sedangkan fiksi menyuguhkan khayalan, imajinasi atau fantasi.

b.Kaidah kedua: sejarah itu diakronik, ideografis dan unik
•Sejarah itu diakronik (menekankan proses), sedangkan ilmu sosial itu sinkronik (menekankan struktur). Artinya sejarah itu memanjang dalam waktu, sedangkan ilmu sosial meluas dalam ruang. Sejarah akan membicarakan satu peristiwa tertentu dengan tempat tertentu, dari waktu A sampai waktu B. Sejarah berupaya melihat segala sesuatu dari sudut rentang waktu. Contoh: Perkembangan Sarekat Islam di Solo, 1911-1920; Terjadinya Perang Diponegaro, 1925-1930; Revolusi Fisik di Indonesia, 1945-1949; Gerakan Zionisme 1897-1948 dan sebagainya.
•Sejarah itu ideografis, artinya melukiskan, menggambarkan, memaparkan, atau menceritakan saja. Ilmu sosial itu nomotetis artinya berusaha mengemukakan hukum-hukum. Misalnya sama-sama menulis tentang revolusi, sejarah dianggap berhasil bila ia dapat melukiskan sebuah revolusi secara menditil hingga hal-hal yang kecil. Sebaliknya ilmu sosial akan menyelidiki revolusi-revolusi dan berusaha mencari hukum-hukum yang umum berlaku dalam semua revolusi.
•Sejarah itu unik sedang ilmu sosial itu generik. Penelitian sejarah akan mencari hal-hal yang unik, khas, hanya berlaku pada sesuatu, di situ (di tempat itu dan waktu itu). Sejarah menulis hal-hal yang tunggal dan hanya sekali terjadi. Topik-topik sejarah misalnya Revolusi Indonesia, Revolusi di Surabaya, Revolusi di Pesantren “X”, Revolusi di Desa atau Kota “Y”. Revolusi Indonesia tidak terjadi di tempat lain dan hanya terjadi sekali pada waktu itu, tidak terulang lagi. Sedang topik-topik ilmu sosial misalnya Sosiologi Revolusi, Masyarakat Desa, Daerah Perkotaan yang hanya menerangkan hukum-hukum umum terjadinya proses tersebut.

c.Kaidah ketiga: sejarah itu empiris
Inilah antara lain yang membedakan antara sejarah dengan ilmu agama. Sejarah itu empiris, ia berdasarkan pengalaman manusia yang sebenarnya, sedang ilmu agama itu lebih bersifat normatif, mengikuti kaidah-kaidah hukum yang sudah ada, yang tercantum dalam Kitab Suci masing-masing agama, yang dipercaya sebagai yang diwahyukan oleh Tuhan

Kamis, 23 Desember 2010

Cinta Ditolak? Ikuti Langkah Ini




Cinta Anda bertepuk sebelah tangan? Tentunya, membuat hati Anda perih. Perasaan sakit sekaligus kesal dalam kondisi seperti itu wajar saja terjadi. Bagaimanapun juga, di dunia ini tidak ada orang yang suka bila cintanya ditolak pria yang selama ini diidam-idamkan.

Namun, jangan biarkan sakit hati itu membuat kehidupan pribadi dan sosial Anda terpuruk. Anda akan rugi sendiri. Agar perasaan campur aduk itu tidak berlarut-larut, ikuti tips-tips sederhana agar Anda bisa bangkit kembali, seperti dikutip She Knows:

Jangan menyalahkan diri sendiri
Buat apa Anda menyalahkan diri sendiri hanya karena kegagalan cinta. Toh, hidup ini tidak akan berakhir hanya karena wanita itu menolak ketulusan cinta Anda.

Jangan biarkan diri Anda terjebak pada perasaan bersalah. Pahamilah penolakan itu. Anda tidak rugi meski si dia tidak menjadi milik Anda. Buka hati Anda pada wanita yang memang benar-benar mencintai Anda.

Bersenang-senang
Daripada terus menerus bersedih, lebih baik cari aktivitas positif. Rencanakan pergi ke luar rumah bersama teman-teman. Entah itu, karaoke atau main bowling. Yang pasti, bersenang-senanglah!

Jangan terobsesi
Jangan membaca ulang email, SMS, status Facebook atau Twitter si dia saat Anda masih berada dalam puncak harapan untuk memilikinya. Aktivitas ini hanya buang-buang waktu Anda saja.

Daripada menghabiskan seluruh waktu Anda memikirkannya, lebih baik cari aktivitas menarik lainnya. Misalnya, jalan-jalan, olahraga, atau menonton film favorit Anda. Berhentilah mengharapkan dia menerima Anda.

Realistis
Sekali lagi, sadarilah bahwa penolakan ini bukan akhir segalanya. Percayalah, pengalaman telah mengajari Anda. Anda pasti akan mendapatkan yang lebih baik. Jangan membiarkan perasaan sakit hati menguasai Anda. Karena hal ini hanya akan menyiksa Anda.

MENGENAL METODE SEJARAH



Sejarah adalah salah satu cabang dari ilmu sosial yang sangat ter­buka kepada hal yang bersifat amatiran. Hal tersebut tergam­bar dari suatu pendapat yang menyatakan bahwa semua orang mampu menulis sejarah. Konse­kuensi dari pendapat tersebut adalah banyaknya tulisan tentang sejarah yang kurang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kadangkala sulit dibeda­kan antara yang dongeng, mitos, legenda, dan sejenisnya dengan fakta sejarah. Sekarang tulisan-tulisan seperti itu tidak dapat di­pertahankan lagi.
Sejarah seha­rusnya ditulis oleh orang yang mempunyai kompetensi di bi­dang kesejarahan (baca : sejara­wan) yang diharapkan mampu meneliti dan menulis dengan se­mangat kritis yang tinggi, dalam arti sejak pengumpulan data atau sumber sejarah (yang biasa disebut heuristik) sampai kepada tahap penulisannya (historio­grafi), harus dilakukan serang­kaian kritik sehingga dapat diha­silkan suatu tulisan sejarah yang didasarkan atas fakta-fakta yang benar-benar teruji dan da­pat diandalkan. Untuk menca­painya sejarah harus ditulis melalui prosedur yang disebut Me­tode Sejarah. Metode ini mempunyai empat tahapan yang integral, yakni Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi.
Tulisan ini tidaklah dimak­sudkan untuk membahas empat tahapan tersebut secara menyeluruh dan mendalam dan tidak pula dimaksudkan untuk mem­berikan suatu jaminan bahwa suatu peristiwa sejarah dapat di­tuangkan ke dalam suatu tulisan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Yang penting di sini adalah memberikan peng­ertian tentang dasar-dasar me­tode tersebut yang mungkin ber­manfaat terutama bagi kandidat ahli ilmu sejarah atau peminat sejarah. Dan, penggunaan me­tode sejarah itu sendiri sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dimana penelitian dan penulisan sejarah itu sendiri ber­langsung.
Heuristik
Heuristik adalah kegiatan ber­upa penghimpunan jejak-jejak masa lampau, yakni peninggalan sejarah atau sumber apa saja yang dapat dijadikan informasi dalam pengeritian studi sejarah.
Louis Gottchalk (1975) telah memilah heuristik, sebagai berikut, pertama: memilih memilih subjek. Dalam memilih subjek, heuristik harus merujuk kepada empat pertanyaan pokok, yakni : dimana, siapa, bilamana, dan apa. Pertanyaan tersebut berke­naan dengan aspek geografis, biografis, kronologis, fungsio­nal atau okupasional. Dari pertanyaan pokok itulah ber­bagai keharusan konseptual dilakukan dan berbagai pro­ses pengerjaan penelitian dan penulisan dijalani. Perta­nyaan tersebut berfungsi un­tuk menentukan penting atau tidaknya suatu peristiwa dite­liti. Juga sebagai alat untuk menentukan hal-hal mana yang bisa dijadikan “fakta se­jarah”. Pendek kata fokus yang bersitat interogatif terse­but akan menuntun sejara­wan kepada subjek, sehingga terhindar dari fokus yang yang ngawur atau tidak perlu.
Kedua, informasi tentang subjek, yang dapat dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, yakni: (1) Rekaman sezaman yang ter­diri dari instruksi atau perintah, rekaman stenografis dan fonografis, surat niaga dan hukum, serta buku catatan pribadi dan memorandum prive; (2) Laporan konfiden­sial yang terdiri berita resmi militer dan diplomatik, jurnal atau buku harian, dan surat-surat pribadi; (3) Laporan-la­poran umum yang terdiri dari laporan dan berita surat ka­bar, memoar dan otobiografi, sejarah “resmi” suatu in­stansi, perusahaan dan seje­nisnya. (4) Quesionaris tertu­lis; (5) Dokumen pemerintah dan kompilasi, terdiri dari ri­salah instansi pemerintah, undang-undang dan per­aturan; (6) Pernyataan opini, terdiri tajuk rencana, esei, pi­dato, brosur, surat kepada re­daksi, dan sejenisnya; (7) Fiksi, nyanyian, dan puisi; (8) Folklore, nama tempat, dan pepatah.
Delapan sumber informasi ter­sebut bukanlah sumber sejarah dalam arti sebenarnya. Artinya ia hanya sebagai sarana untuk mencari keterangan tentang sub­jek. Sedangkan sumber sejarah itu sendiri adalah hasil yang di­peroleh dari pencarian informasi tersebut yang nantinya diguna­kan dalam penulisan sejarah se­telah melalui tahapan pengujian.
Tentang sumber sejarah, Nu­groho Notosusanto (1978:36) telah mengklasifikasikannya ke dalam tiga bentuk yang seder­hana yakni: (1) Sumber benda; menyangkut benda-benda arkeologis, efigrafi, numistik, dan benda sejenis lainnya; (2) Sum­ber tertulis, terdiri dari buku-buku dan dokumen; (3) Sumber lisan, terdiri dari hasil wawan­cara dan tradisi lisan (oral tradi­tion).
Hasil pengerjaan studi sejarah yang akademis atau kritis memerlukan fakta-fakta yang telah teruji. Oleh karena itu data-data yang diperoleh melalui tahapan heuristik terlebih dahulu harus dikritik atau disaring sehingga diperoleh fakta-fakta yang seobjektif mung­kin. Kritik tersebut berupa kritik tentang otentitasnya (kritik ekstern) maupun kredibilitas isinya (kritik intern), dilakukan ketika dan sesudah pengumpulan data berlangsung
Ada beberapa teknik pengum­pulan data yang dapat dipergunakan dalam metode se­jarah, seperti: studi kepusta­kaan, pengamatan lapangan, wa­wancara (interview). Dapat pula digunakan teknik lain seperti questionnaires, pendekatan te­matis (topical approach) beserta berbagai perangkat ilmu bantu lainnya, terutama digunakan ter­hadap topik yang mengarah ke­pada studi kasus (case study).
Kritik
Hasil pengerjaan studi sejarah yang akademis atau kritis me­merlukan fakta-fakta yang telah teruji. Oleh karena itu, data-data yang diperoleh melalui tahapan heuristik terlebih dahulu harus dikritik atau disaring sehingga diperoleh fakta-fakta yang sob­jektif mungkin. Kritik tersebut berupa kritik tentang otentitas­nya (kritik ekstern) maupun kre­dibilitas isinya (kritik intern), di­lakukan ketika dan sesudah pengumpulan data berlangsung.
Kritik ekstern terhadap sum­ber lisan kalau memang meng­gunakan teknik wawancara dilakukan terhadap para informan yang akan diwawancarai. In­forman harus memiliki kemampuan untuk memberikan kete­rangan yang sebenarnya. Hal itu dapat dilihat dari keterlibatan­nya atas suatu peristiwa, serta tingkat keintelektualannya. Ca­ranya antara lain dengan jalan meminta keterangan kepada para informan tentang keterli­batan informan lainnya atas peristiwa tersebut.
Faktor usia juga menentukan dan sedapat mung­kin diperlukan informan yang se­zaman dan pernah berkiprah pada peristiwa yang diteliti. Se­dangkan kritik intern terhadap sumber lisan dapat dilakukan dengan jalan membandingkan beberapa hasil wawancara an­tara informan yang satu dengan yang lainnya, yang juga diban­dingkan dengan sumber sejarah lainnya. Perbandingan itu perlu dilakukan terutama terhadap versi cerita yang berbeda-beda tentang sesuatu peristiwa. Sema­kin banyak versi cerita semakin mudah untuk memperoleh fakta yang sebenarnya. Tentang hal ini ada baiknya dibaca pengalaman Anton Lucas dalam Koentjaraningrat dan Donald K. Emerson, editor (1982) yang mungkin bisa dimanfaatkan oleh para kandidat ahli atau peminat sejarah.
Kritik ekstern terhadap sum­ber tertulis perlu dilakukan agar tidak terperangkap kepada doku­men palsu. Oleh karena itu perlu dipertanyakan tentang otentik atau tidak sejatinya suatu sumber. Juga perlu diketahui ten­tang asli dan utuhnya sumber-sumber. Kalau sebuah dokumen tidak lagi utuh atau cacat, seo­rang sejarawan harus mengada­kan restorasi teks agar doku­men tersebut kembali utuh da­lam arti isi yang terkandung dapat diterima secara ilmiah. Untuk itu diperlukan berbagai ilmu bantu sejarah yang dapat memberikan penjelasan yang lo­gis atas dokumen tersebut, se­perti arkeologi, filologi, dan se­bagainya.
Masalah anakronistis suatu sumber perlu juga diketa­hui. Masalah ini berkenaan de­ngan apakah materi sumber; tu­lisan, tanda tangan, materai, cap atau stempel, serta langgam dan peristiwa yang terekam di dalam dokumen tersebut cocok dengan zamannya. Kalau tidak cocok, berarti dokumen tersebut anakronistis dan tidak bisa diguna­kan sebagai fakta sejarah.
Kritik intern terhadap sumber tertulis terutama dilakukan de­ngan jalan melihat kompetensi, atau kehadiran pengarang terha­dap waktu atau peristiwa. Ke­pentingan pengarang, sikap berat sebelah serta motif peng­arang, juga sangat perlu untuk diketahui guna menentukan kre­dibilitas isi tulisan. Sedangkan terhadap sumber tertulis berupa dokumen, dilakukan dengan me­lihat segi semantik, hermeneu­tik, dan pemahaman terhadap historical mindedness.
Masa­lah semantik (arti kata) berke­naan dengan kemampuan me­mahami secara tepat tentang arti sebuah kata, istilah, maupun konsep yang ada dalam sebuah dokumen. Dan, masalah herme­neutik berkenaan dengan peng­halusan suatu kata atau istilah sehingga mengaburkan arti yang sebenarnya. Sedangkan masalah historical mindedness berkenaan dengan kemampuan memahami hal-hal kesejarahan dengan jalan “meluluhkan” jiwa dan pi­kiran sesuai dengan kondisi ke­sejarahan, dan tidak mengguna­kan ukuran sekarang untuk “mengukur” masa lampau terse­but. Oleh karena itu, kadangkala diperlukan pengetahuan dan penghayatan kultural tentang si­tuasi dan kondisi dimana dokumen tersebut dibuat.
Interpretasi
Data atau sumber sejarah yang dikritik akan menghasilkan fakta yang akan digunakan dalam penulisan sejarah. Namun demikian, sejarah itu sendiri bu­kanlah kumpulan dari fakta, parade tokoh, kronologis peristiwa, atau deskripsi belaka yang apa­bila dibaca akan terasa kering karena kurang mempunyai makna.
Fakta-fakta sejarah ha­rus diinterpretasikan atau ditaf­sirkan agar sesuatu peristiwa da­pat direkonstruksikan dengan baik, yakni dengan jalan menye­leksi, menyusun, mengurangi te­kanan, dan menempatkan fakta dalam urutan kausal. Dengan demikian, tidak hanya perta­nyaan dimana, siapa, bilamana, dan apa yang perlu dijawab, te­tapi juga yang berkenaan dengan kata mengapa dan apa jadinya.
Dalam interpretasi, seorang se­jarawan tidak perlu terkungkung oleh batas-batas kerja bidang sejarah semata, sebab sebenarnya kerja sejarah melingkupi se­gala aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, untuk mema­hami kompleksitas sesuatu per­istiwa, maka mau tidak mau se­jarah memerlukan pendekatan multidimensi. Dengan demikian, berbagai ilmu bantu perlu diper­gunakan dengan tujuan mem­pertajam “pisau analisis” se­hingga diharapkan dapat dipero­leh generalisasi ke tingkat yang lebih sempuma.
Perlu pula dikemukakan di­ sini, bahwa dalam tahapan interpretasi inilah subjektifitas seja­rawan bermula dan turut mewarnai tulisannya dan hal itu tak dapat dihindarkan. Walau demikian, seorang sejarawan ha­rus berusaha sedapat mungkin menekan subjektifitasnya dan tahu posisi dirinya sehingga nantinya tidak membias ke dalam isi tulisannya.
Historiografi
Historiografi adalah penyajian hasil interpretasi fakta dalam bentuk tulisan. Dapat dikatakan historiografi sebagai puncak dari rangkaian kerja seorang sejara­wan, dan dari tahapan inilah da­pat diketahui “baik buruknya” hasil kerja secara keseluruhan. Oleh karena itu dalam penulisan diperlukan kemampuan menyu­sun fakta-fakta yang bersifat fragmentaris ke dalam tulisan yang sistematis, utuh, dan ko­munikatif.
Dalam historiografi modern (sejarah kritis), seorang sejarawan yang piawai tidak lagi terpaku ke­pada bentuk penulisan yang naratif atau deskriptif, tetapi de­ngan multidimensionalnya le­bih mengarah kepada bentuk yang analitis karena dirasakan lebih scientific dan mempunyai kemampuan memberi kete­rangan yang lebih unggul diban­dingkan dengan apa yang ditampilkan oleh sejarawan konvensio­nal dengan sejarah naratifnya