Sabtu, 16 April 2011

Islam Di Italia


Masjid Roma, masjid termegah di italia.

Menurut data statistik resmi Italia, jumlah pendatang diperkirakan meningkat sekitar 34% yaitu sekitar 2.400.000 (Januari 2005) dan ini akan terus berkembang. Di Italia terdapat sekitar 820.000 muslim yang secara turun temurun tinggal secara legal, selebihnya antara 100.000 – 150.000 adalah Muslim pendatang.

Sejumlah pendatang Muslim yang mendapat kewarganegaraan Italia diperkirakan sebesar 30.000 hingga 50.000 sedangkan masyarakat Muslim Italia yang berpindah agama dari Katolik diperkirakan sebesar 10.000 jiwa. Menurut data dari Asosiasi Teolog Kristen Caritas di Italia yang diterima secara luas, sekitar 40% dari jumlah imigran illegal di Italia adalah imigran Muslim illegal.
masjid Milan


Meskipun imigran illegal merupakan minoritas Muslim di Italia, issue-issue Islam yang belakangan hangat dibicarakan seperti terorisme internasional, peristiwa ancaman bom di London, Karikatur Nabi Muhammad di Denmark, kekhilafan Paus Benedictus XVI yang mengutip Islam dan Nabi Muhammad di depan Universitas Ragensburg, Jerman serta Unjuk Rasa di depan KBRI Roma setelah Pemerintah Indonesia mengeksekusi tiga terpidana mati Tibo Cs atas kasus yang terjadi di Poso, masih merupakan hal yang sensitif untuk dibicarakan. Kaum imigran Muslim justru menjadi salah satu hal yang diawasi oleh Pemerintah Italia, terbukti di Masjid Roma pun selalu mendapat pengawasan polisi Italia.

Kasus-kasus Imigran gelap di Italia telah menjadi isu utama dengan dilaporkannya kasus imigran gelap yang memasuki perairan Italia dengan menggunakan perahu (clandestini). Italia selama ini disinyalir belum berhasil mengatasi ratusan clandestini yang memasuki perairan Italia. Perairan Italia yang cukup panjang (sekitar 8000 km secara keseluruhan telah dimanfaatkan oleh clandestini menjadi pintu gerbang mereka memasuki negara negara Uni Eropa lainnya seperti Jerman dan Perancis. Mengingat secara ekonomi, Italia dianggap kurang menjanjikan dibandingkan negara-negara Eropa Barat lainnya.

Masyarakat Italia menganggap bahwa kedatangan para imigran sudah mulai membanjir, mengingat dari tahun ke tahun sebelumnya kehidupan masyarakat Italia selalu diwarnai lingkungan yang homogen sebagai Katolik, Italia belum pernah mendapat ekspansi Muslim sebelumnya dalam sejarah, seperti Spanyol misalnya.

Saat ini Muslim di Eropa tercatat sebanyak 15 juta jiwa yang tersebar diseluruh Eropa. Perancis sendiri tercatat lebih dari 6 juta pendatang Muslim, sementara Jerman 1,5 juta jiwa dan Inggris sekitar 1 juta. Masyarakat Muslim di Italia hanya 1.4% dari jumlah penduduk Italia atau sekitar dibawah angka satu juta, angka ini dipandang lebih rendah dibandingkan dengan negara negara Uni Eropa utama lainnya dan masih lebih rendah dibandingkan angka yang tercatat di Italia antara pertengahan abad ke-9 dan abad ke-13 sebelum penghancuran benteng pertahanan Muslim di Puglia pada tahun 1300. Secara historis, selama abad pertengahan, Muslim di Italia banyak berkonsentrasi di daerah-daerah seperti Pulau Sicilia, Pulau Sardegna (Sardinia) dan selatan semenanjung Italia seperti Calabria dan Puglia.

Saat ini komposisi Muslim di Italia sudah menyebar di seluruh Italia yaitu sekitar 55% Muslim berdiam di Utara (Bologna, Torino dan Milano) 25% di tengah (Roma dan sekitarnya) dan hanya 20% di Selatan (Napoli, Sicilia, Sardegna dan Puglia).

Perlu digarisbawahi bahwa meskipun stereotype “Invasi Muslim” ini porsi imigrannya lebih rendah dibanding tahun tahun awalnya, sebagaimana dilaporkan dalam data statistik dan Teolog Kristen Caritas yaitu Muslim dalam skala imigran baru, menurun menjadi 50% pada abad ke-19 (khususnya Albania dan Maroko) dan menjadi 25% pada dekade berikutnya. Nampaknya para pendatang dari Rumania, Moldovia dan Ukraina menempati urutan terdepan dalam gelombang imigrasi terakhir.

Komunitas Muslim lokal belum menunjukkan dampak yang signifikan terhadap kehidupan publik, namun agaknya terdapat tanda tanda akan mengalami perubahan.

Masjid di Roma saat ini merupakan masjid terbesar di Eropa yang dibangun tahun 1995 yang menandakan bahwa Italia sangat serius meningkatkan agama dan budaya yang berbeda. Masjid megah ini juga merupakan simbol impresif mengenai keberadaan Islam yang permanen di Italia dengan menempati lahan sekitar 300.000 meter persegi yang merupakan hibah dari Pemerintah Kota Roma (Comune di Roma). Dengan 16 kubah dan menara setinggi 130 kaki, Masjid ini dibangun menelan biaya sekitar 50.000 juta dollar didanai oleh Saudi Arabia dan beberapa negara muslim lainnya termasuk Indonesia.

Dua tahun lalu menurut Homer Bautdinov, seorang peneliti dari Gereja Orthodox Rusia mengatakan bahwa kemajuan secara signifikan terjadi yaitu berkumpulnya komunitas Muslim yang bervariasi telah membentuk suatu Dewan Islam Italia (The Islamic Council of Italy). Tugas utama dari Dewan tersebut adalah menyiapkan suatu agreement dengan otoritas setempat yang bertujuan mengakomodasi keinginan Muslim Italia tersebut. Ketentuan itu tentu saja masih mengikuti Hukum Italia mengingat konstitusi Republik Italia juga menjamin terciptanya kebebasan beragama di Italia. Pada pasal delapan menyebutkan bahwa semua denominasi agama adalah sejajar dibawah hukum. Yang dimaksud dengan denominasi adalah agama lain selain Katolik yang dianggap mempunyai hak yang sama untuk mendirikan organisasi berdasarkan ketentuan ketentuan yang berlaku dengan catatan tidak bertentangan dengan Hukum Italia beserta peraturan peraturannya. Hubungannya dengan negara ditentukan dengan hukum dan berdasarkan agreeement dengan organisasi yang diwakilinya.

Namun, menurut Claudio Holzer, seorang pengamat Ilmu Politik yang melakukan riset yang didukung oleh International Institute, agaknya menilai bahwa pendatang Muslim masih harus memperjuangkan minimnya ruang gerak antara xenophobia (sikap tidak suka dengan kaum pendatang) dan toleransi untuk membentuk komunitas, melaksanakan ibadah dan berintegrasi dengan masyarakat Italia tanpa harus meninggalkan identitas etnis dan agama kaum pendatang ini. Kepada otoritas setempat Muslim di Italia juga meminta agar diberikan hak pembelajaran dan pengenalan Al Quran di sekolah-sekolah, persamaan hak agar sekolah-sekolah Muslim dengan institusi lainnya, persetujuan agar wanita berjilbab tetap mengenakan jilbab untuk penggunaan foto kartu identitas atau dokumen lainnya, Ijin agar Muslim diliburkan pada saat Hari Raya Idul Adha, dibebaskan dari pekerjaan ketika menjalankan ibadah shalat Jumat, ijin untuk melaksanakan ibadah shalat pada waktu bekerja dan melaksanakan ritual pernikahan secara Islam.

Meskipun tidak banyak, tingkat kesulitan dan tantangan yang dihadapi, keberadaan mereka dianggap kurang signifikan. Secara tradisional Italia adalah pengekspor tenaga kerja, namun diluar dugaan Italia dikejutkan dengan membanjirnya imigran dari Afrika. Nampaknya dalam dekade terakhir muncul reaksi yang beragam, baik dari unsur pemerintah terhadap kebijakan imigrasi dan integrasinya, sosial masyarakat dan misi relawan gereja Katolik untuk menyediakan makanan dan pelayanan kesejahteran.

Di lain pihak masyarakat Italia bereaksi apatis dan cenderung tidak toleran. Namun agaknya tidak dipungkiri bahwasanya imigran semakin tidak terbendung, sehingga muncul sikap-sikap xenophobia terhadap khususnya terhadap kerawanan tindak kejahatan yang dilakukan oleh kaum pendatang ini. Agaknya partai politik konservatif yang cenderung memunculkan gerakan neo-fascist justru mendapat dukungan dari kalangan yang lebih luas dalam pemilihan umum terakhir ini.
moschea


Kaum Muslim Pendatang telah menanggapi ambivalensi penerimaan ini dengan mengadakan pencarian dukungan dari komunitas religius dan etnik di antara mereka. Hal ini dikarenakan untuk mendirikan tempat ibadah mereka cukup memerlukan organisasi dan ruangan yang minim sehingga mereka tidak terlalu susah untuk membentuk focal point bagi usaha-usaha pembangunan komunitas mereka. Beberapa masjid di Italia banyak didirikan di garasi-garasi bangunan yang tidak dipakai lagi, bahkan ada yang terdapat di ruang bawah tanah geraja Katolik. Dengan penyediaan tempat seperti itu, para pedatang Muslim dapat berinteraksi serta bertukar pengalaman dan informasi serta melaksanakan ibadah. Dengan cara inilah mereka mengembangkan dasar sebagai Komunitas Muslim di Italia bahkan di Eropa.

Menurut satistik yang dipublikasikan oleh harian Il Giornale, Milan, saat ini di Milano dan Roma terdapat sekitar 350 masjid dan rumah-rumah pertemuan untuk kaum Muslim, meskipun hanya sepertiga saja yang layak disebut masjid dan sangat sedikit yang benar-bener mempunyai kubah dan menara.

Komunitas seperti ini bagi para imigran Muslim yang tinggal disekitar masjid-masjid kecil ini sangat tidak mudah untuk mendapatkan pekerjaan bagi mereka. Bahkan para pendatang ini berpindah dari satu kota ke kota lainnya sebagai pedagang asongan. Hanya sedikit saja yang memperoleh lapangan kerja yang stabil dan mapan seperti di perusahaan perusahaan dan hotel. Meskipun pemerintah lokal dan organisasi Katolik berupaya menyediakan tempat penampungan, namun kehidupan mereka sangat menyedihkan karena mereka tinggal berdesak-desakan dalam sebuah apartemen. Salah satu contoh sebagaimana yang dilaporkan di Torino, sebanyak 120 pendatang asal Senegal sharing dalam sebuah rumah yang berkamar 10 dan di Roma ribuan imigran tidur di dalam bangunan yang tidak terurus.

Meskipun laporan seperti ini sering muncul di media, pemerintah daerah dan pusat Italia terkesan bereaksi lambat dan sporadik. Dengan dalih usaha-usaha menghentikan jurang pemisah, terutama bagi para pendatang yang hidup dalam kondisi yang berdesak desakan dalam sebuah bangunan. Otoritas setempat bahkan mengusir kaum imigran ini dengan tanpa menyediakan penampungan alternatif. Tidak heran apabila mereka berada di stasiun kereta seperti di Termini (Stasiun Pusat Kota Roma) misalnya, di lorong lorong metro (subway) atau menempati bangunan bangunan yang tidak berpenghuni.

Namun demikian, Pemerintah Italia berusaha meningkatkan taraf hidup para imigran. Hukum Amnesty tahun 1990 sebagai contoh Amnesty memberikan 150.000 imigran gelap ijin kerja, pelayanan medis dan subsidi perumahan. Demikian juga terhadap Muslim, semenjak diberlakukannya hukum Amnesty banyak bermunculan masjid-masjid baru di banyak tempat di Italia. Stefano Allievi, Sarjana peneliti dari Belgia dan Fellice Dasseto memperkirakan munculnya masjid baru akan terjadi kenaikan tiga kali lipat dari sebelumnya, demikian juga dengan pedagang pedangan yang menjual daging halal dan sekolah sekolah Al Quran.

Keberhasilan tersebut agaknya mendorong kaum pendatang Muslim ini untuk berusaha mengekspresikan keinginan sosial dan politiknya seperti mengajukan petisi dan surat kepada pemerintah setempat untuk pengadaan tanah yang dipergunakan sebagai makam Islam, mendirikan masjid dan konsesi serupa lainnya. Harian Kota Roma melaporkan bahwa pemerintah kota sedang mempertimbangkan dibukanya tiga tempat untuk konsentrasi kelompok pendatang tersebut.

Akan tetapi sikap xenophobia Masyarakat Italia sendiri terhadap kaum pendatang Muslim ini menunjukkan sikap semakin tajam. Berdasarkan responden yang dihimpun menunjukkan bahwa kekhawatiran dari tahun ke tahun semakin meningkat. Terlebih lagi kekhawatiran akan Fundamentalisme merebak ke seluruh Italia. Masjid Roma pada awal pembukaanya oleh Giulio Ferrari, pemimpin Lega Lombardia (the Northern League) dalam konferensi persnya mengatakan akan menjadi markas besar ekspansi Muslim di Eropa. Pernyataan ini jelas membuat wakil-wakil dari Katolik Konservatif khawatir, mengingat basis umat Katolik justru berada di Kota Vatikan yang terletak di Kota Roma.

Namun demikian bahwa kekhawatiran terhadap Fundamentalisme sedikit terungkap dengan ditangkapnya organisasi Algeria di Napoli dan organisasi Mesir yang berbasis di Milano telah dilaporkan mempunyai jaringan kelompok teroris di sejumlah negara. Mereka ditahan dan dijatuhi hukuman atas perencanaan kegitan teroris di negara mereka maupun di Eropa.

Kesenjangan di utara dan selatan perairan Mediterania inilah mengapa disinyalir membanjirnya kaum pendatang Muslim ini berpindah ke Eropa. Saat ini Pemerintah Italia lebih memperketat arus jajaran keimigrasiannya untuk mencegah arus masuknya pendatang yang tidak diinginkan ke Italia.

Pemerintah Italia maupun Masyarakat Italia yang bersikap apatis dan xenophopia terhadap integritas minoritas Muslim dari Afrika Utara, Timur Tengah dan negara negara Islam lainnya, hendaknya menyadari bahwa Islam tidak selalu identik dengan radikalisme dan fundamentalisme. Saat ini pendatang Muslim sudah menjadi bagian dari Masyarakat di Italia dan mau tidak mau Pemerintah dan Masyarakat Italia hendaknya dapat menerima keberadaan pendatang Muslim ini, bukan dengan cara memusuhi tetapi perlu adanya dialog dan kerjasama untuk memecahkan permasalahan.

Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Muslim, menurut data resmi terakhir Konsuler KBRI Roma Bulan Oktober 2006, masyarakat Indonesia tercatat sekitar 1.079 jiwa yang tinggal di Italia, Malta dan Cyprus. Meskipun demikian, tidak semuanya dapat dikatakan sebagai imigran, mengingat angka ini termasuk pelajar/mahasiswa dan mix-couple. Angka tersebut masih menunjukkan angka yang kecil dibandingkan jumlah imigran dari beberapa negara Islam lainnya seperti Maroko, Bangladesh dan Albania.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar